-satu tempat yang kini jika 5 menit ku berdiri di sana aku akan menangis-
kini usiaku 20 tahun. dulu, kira-kira mulai dari 18 tahun yang lalu usiaku 2 tahun. aku adalah salah satu anak yang paling beruntung. aku hidup dalam keluarga yang sederhana. tapi menurutku aku hidup dalam keluarga bahagia. itu cukup bagiku. rumahku dulu berhadapan dengan rumah salah satu saudaraku yang mereka tidak dikaruniai anak. mereka pasangan yang baik. aku memanggil mereka mbah. aku sangat dekat dengan mereka. amat dekat. sedekat ayah dan ibuku. mereka mungkin bisa dibilang orangtua keduaku. aku selalu ada di rumahnya yang berhadapan langsung dengan rumahku. rumah itu berada di tengah-tengah perkampungan. rumahnya besar, kebunnya luas, banyak pepohonan, asri nian, itu surga taman bermain bagi anak seusiaku dulu. dulu, aku bebas bermain di sana. bebas bermain hujan dari kucuran air yang datang dari sudut atap rumah di luar. bebas menaiki pohon-pohon besar (mangga dan rambutan) yang bercabang-cabang besar, yang kokoh untuk ku naiki dan ku buat gelantungan. kalau bisa dibilang, dulu aku anak alam. pohon, tanah, rumput, tanaman-tanaman, batu-batu, hewan-hewan adalah kehidupanku, mereka kawan baikku. aku bahagia ada di sana. rumah itu adalah kehidupan kecilku yang istimewa. oleh karena itulah, aku selalu ingat saat aku berusia balita. namun, sebelum usiaku 3 tahun, mbah (yang laki-laki) meninggal dunia. tetapi, masa balitaku masih berjalan menyenangkan.
masa balitaku yang menyenangkan itu kulalui di rumah itu. hingga aku remaja. namun suatu hari, entah kapan aku lupa, mbah memutuskan untuk menjual rumahnya dan pindah ke jepara. akupun ikut mengantarkan kepindahannya. aku lupa apa yang kupikirkan saat itu. sepertinya aku kesal. karena rumah itu adalah kisah kecilku yang mustahil dapat ku lupa. mungkin jika aku lupa ingatanpun hal itu yang akan masih tetap melekat dalam ingatanku.
rumah itu kini dimiliki oleh orang lain. aku tak mengenalnya. rumah itu tidak ditempati oleh pemilik barunya dalam waktu yang lama. setiap lewat di depannya, hatiku bicara "aku sedih melihat rumah ini tidak dirawat", "mengapa jadi seperti ini", "akan jadi apa rumah ini", "rumputnya semua mati, seakan mereka pun bersedih". dan kini,, beberapa bulan kini, rumah itu sedang di renovasi. pagar yang dari pohon-pohon bambu kecil tersusun rapi kini tiada lagi. tembok tinggi kini menghalangi. pohon-pohon besar taman bermainku kini tiada lagi yang dapat terlihat walau kenangan. tertebangi semua oleh orang yang tiada ku kenal. rumput-rumput yang walaupun mereka menangis, entah kemana kini. sekarang aspal yang keras meratakan halaman. rasanya aku ingin menangis. kebun yang luas kini kemana? sudah ada bangunan-bangunan yang entah apa lagi yang perlu dibesarkan. miris kumelihat gersang. semewah apapun nanti jadinya rumah itu, aku tak suka melihatnya.kenanganku semua sudah dihilangkan rupanya. namun tidak dalam sejarahnya. dan setiap kali ku melewatinya, wahai hanya ada kata yang berulang-ulang terucap dari bibir ini yang mewakili hati, "ck, sedih sekali aku melihatnya." rasanya aku ingin marah, kesal. tapi toh itu rumah siapa. semuanya berubah. kini tak ada lagi yang bisa ku lihat. rumah itu kini ada di balik tembok tinggi. yang tiiiiiinggiiiiiii sekali.
dan hingga kini aku tak tahu dimana penghuninya yang dulu.
sungguh aku rindu.
rindu ingin bertemu.
kapan waktu itu akan ada untuk sekejap saja temukan aku dengannya.
karena rumah itu kini terkubur dalam-dalam.
mungkin di wajahnya ada secercah kenanganku yang tersisa dulu.
-5 menit saja aku berdiri di hadapan rumah itu, mungkin semua rasa ini berlomba-lomba untuk meluapkannya. ada marah, sedih, tertawa. dan secepat mungkin ada bayangan kembalinya masa itu dan secepat mungkinpun menghilang begitu saja. hingga berakhir pada air mata-